'/> Makalah Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan

Info Populer 2022

Makalah Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan

Makalah Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan
Makalah Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan
KRITIK IBNU RUSYD TERHADAP
SIFAT-SIFAT KETUHANAN

A.      Latar Belakang
Sebenarnya mengetahui dengan suatu pengetahuan tidak berafiliasi dengan sesuatu yang secara alamiah tidak terjadi. Pengetahuan pencipta merupakan karena bagi terjadinya sesuatu yang alamiah itu bagi maujud, dimana dengan yang alamiah itu maujud itu berhubungan. Maka ketidaktabuan kita terhadap yang alamiah (tabi’at) yang menjadi referensi kemaujudan dan ketiadaan kita akan menemukan kejelasan bahwa jikalau Ibnu Rusyd menetapkan sifat-sifat ketuhanan, tujuannya berbeda dengan tujuan yang dilakukan kalangan Asy’ariyah. Demikian juga akan terang bagi kita bagaimana Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa argumen para teolog dalam menetapkan sifat-sifat Allah dianggap sebagai argumen yang tidak cocok dengan argumen demonstratif, karena ia tidak disandarkan pada akal, juga dianggap sebagai argumen yang tidak cocok dengan syariat agama.[1]

Argumen ini berdasarkan Ibnu Rusyd, yang disebut argumen ketercegahan, tidak sesuai dengan argumen alamiah atau syari’ah. Sehingga dalam menyebutnya sebagai argumen yang lemah. Karena, sebagaimana boleh di dalam aturan budi menyatakan bahwa ialah mungkin (boleh saja) terjadinya perbedaan antara keduanya, maka juga boleh atau mungkin keduanya bersepakat, contohnya keduanya setuju membuat satu ciptaan.[2]

Sebenarnya mengetahui dengan suatu pengetahuan tidak berafiliasi dengan sesuatu yang secar Makalah KRITIK IBNU RUSYD TERHADAP SIFAT-SIFAT KETUHANAN

B.       Pengertian

1.      Biografi Ibnu Rusyd
2.      Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan
3.      Hasil Karya Ibnu Rusyd

C.      Pembahasan

a.       Biografi atau sejarah kehidupan Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya ialah Abu al-Wahid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd. Ia lahir di kota Cordova pada tahun 1126 M / 520 H. Ia keturunan dari keluarga yang mahir dalam ilmu fiqih. Ayah dan kekeknya pernah menjabat di Andalusia sebagai kepala pengadilan. Dengan terbekali keagamaan, Ibnu Rusyd menduduki tugas penting dalam studi-studi keislaman. Beliau mempelajari Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadis Nabi, ilmu fiqih, bahasa dan sastra Arab. Metode belajarnya secara mulut dari spesialis (alim).[3] Beliau juga merevisi buku Malikiyah, al-Muwatta’, yang dipelajarinya bersama ayahnya Abu al-Qasim dan dihapalnya. Dia juga mempelajari matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat dan ilmu pengobatan.[4]

Dikisahkan bahwa dia mebulis tiga macam ulasan: ulasan yang besar, ulasan menengah dan kecil. Ulasan-ulasan besarnya disebut tafsir, dan mengikuti contoh tafsir Al-Qur’an. Dia mengutip satu paragraf dari goresan pena Aristoteles dan lalu memperlihatkan penafsiran serta ulasan atasnya. Kini kita masih mempunyai ulasan besarnya dalam Bahasa Arab yaitu Metaphysica, yang disunting oleh Bouyges (1357 H/1938 M. 1371 H/1951 H).[5]

Dia lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah dari pada di Timur dikarenakan beberapa sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang orisinil dalam bahasa Arab dibakar dan dihentikan diterbitkan karena mengandung semangat anti filsafat dan filosuf. Kedua, Eropa pada zaman Renaissance dengan gampang mendapatkan filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur ilmu dan filsafat mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan. 
Sebenarnya, dia sendiri terpengaruh oleh adanya kontradiksi ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan pertikaian itu di Timur, dan ilmu memenangkannya di Barat.
Aib dan siksaan yang diterima serta diusirnya dia dari tanah kelahirannya pada tahun 593 H / 1196 M merupakan tanggapan dari kontradiksi itu. Pertarungan antara kaum agama dan filosof untuk mendapatkan kekuasaan politik, tidak pernah reda semenjak era ke-3 H/ ke-9 M. Dalam buku-bukunya, Al-Kindi melukiskan pertarungan ini dan membela para filosof. Orang-orang yang mahir dalam ilmu keagamaan (fuqaha dan ulama) lebih bersahabat dengan massa dan terpengaruh oleh mereka. Para penguasa muslim, yang membutuhkan pemberian mereka, meninggalkan para filosuf dan memihak pada massa yang berang. Beberapa klarifikasi mengenai dibuangnya Ibnu Rusyd ke Lucena, bersahabat Cordova telah diberikan.[6]

b.      Kritik Ibnu Rusyd Terhadap Sifat-Sifat Ketuhanan
Ibu Rusyd sebagaimana telah ditunjukkan di depan, menaruh perhatian untuk mengkritik dua argumen yang dianut kalangan Asy’ariyah yang dipakai untuk menunjukan adanya Allah, yaitu argumen “penciptaan” dan argumen kemungkinan dan wajib.
1.      Tauhid
Berkaitan dengan duduk perkara keesaan Tuhan, Ibnu Rusyd mencoba menyingkapi pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam ayat-ayat yang menjelaskan perihal ke-esaan Tuhan dan menakwilinya dengan penakwilan filosofis, semoga menjadi terang bahwa apa yang dimaksud oleh ayat-ayat itu relevan dengan pendapat-pendapat para filosuf.[7]

Menurutnya, argumen kalangan Asy’ariyah perihal ke-esaan Tuhan merupakan argumen yang tidak benar dan lemah dasar-dasarnya, karena para filsuf berpedoman pada sudut pandang metode argumentasi yang rasional.-demonstratif, kritik Ibnu Rusd difokuskan pada argumen kalangan Asy’ariyah perihal ketercegahan “tamanu”, sebagaimana tertuang dalam kitabnya Manabij Al-Adillah. Menurutnya argumen ketercegahan tidak sesuai dengan argumen aturan alam karena argumen itu bukan argumen yang rasional (burhan). Juga tidak sesuai dengan argumen syariat karena masyarakat umum tidak sanggup memahami apa yang mereka katakan dan mustahil mereka merasa puas dengan pemikiran Asy’ariyah ini.[8]

Menurut Ibnu Rusyd : “Bahwa dalam banyak Tuhan yang melaksanakan perbuatan yang berbeda-beda, dimana yang sebagiannya tidak tunduk pada sebagian yang lain, pasti mustahil ada satu wujud alam. Setelah terbukti bahwa alam hanya satu, maka pastilah bahwa alam itu tidak tiba dari Tuhan-Tuhan yang melaksanakan perbuatan yang berbeda-beda.[9]

2.  Sifat Ilmu
Menurut Ibnu Rusyd, sebagai mana banyak dikutip dalam karya-karyanya, Al-Qur’an telah mengingatkan kita perihal duduk perkara sifat ilmu Tuhan. Allah SWT berfirman : “Taukah kamu, siapa yang membuat alam ini, Dialah Dzat Yang Maha Halus dan Maha Mengetahui.” Dengan alasannya, ciptaan ini, dilihat dari sisi urutan bagian-bagiannya, artinya adanya sebagian karena belahan yang lain dan dari sisi adanya kemanfaatan bagi yang dimaksudkan ciptaan ini, memperlihatkan ketidak mungkinannya dicipta dari pencipta, dimana pencipta itu merupakan tabi’at alamiah, melainkan tercipta dari pencipta yang sebelum memilih tujuannya, dia telah menyusunnya secara sistematis. Menurut Ibnu Rusyd sifat ini ialah sifat qodim, karena tidak sanggup Tuhan disifati dengan sifat yang terjadi pada waktu tertentu.[10]

Dalam mengemukakan kritiknya terhadap jalan yang ditempuh para teolog, Ibnu Rusyd memperlihatkan bahwa perbincangan perihal pengetahuan (alam) Tuhan dengan esensinya (dzatnya) atau yang lain merupakan hal yang dihentikan dalam budi budi dialektika mereka, dengan alasan bahwa yang diletakkan dalam kitab lebih utama.

3. Hayat, Iradah, Qudrah, Sama’, dan Bashar
Mungkin sanggup dikatakan bahwa kritik Ibnu Rusyd terhadap jalan yang ditempuh para teolog terkandung secara pribadi dan terkadang pula secara tidak langsung. Ibnu Rusyd terkadang mengkritik pendapat Asy’ariyah secara langsung, sedang kritik yang tidak secara langsung, kami temukan dikala dia menganalisis sifat-sifat ketuhanan lain dan disitu mencerminkan bahwa Ibnu Rusyd tetap mempertahankan sikap (posisi) aliran filsuf.[11]

Berbeda dengan para teolog yang berpegang pada dialektika, pembahasan Ibnu Rusyd terhadap sifat hayat, dikaitkan dengan sifat iradat. Menurutnya, Allah Maha berkehendak, karena diantara syarat-syarat kemunculan sesuatu dari sikap Yang Maha Mengetahui ialah seharusnya Dia memang menghendaki hal itu.[12]

c.  Hasil Karyanya
Ibnu Rusyd populer sebagai seorang filosuf yang menentang Al-Ghazali. Bukunya yang khusus menentang Al-Ghazali, Tahafutu falasifah. Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela kembali pendapat-pendapat mahir filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali di sana dibantahnya. Sebagai pembela Aristoteles, tentu saja  Ibnu Rusyd menolak prinsip ijraul-adat dari Al-Ghazali. Dan menyerupai Al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip aturan kausal dari Aristoteles.

Di dunia Islam, filsafat Ibnu Rusyd tidak kuat besar. Oleh karena itu namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malahan, karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama Islam yang umum Ibnu Rusyd dianggap orang zindik. Karena pendapatnya itu juga ia pernah dibuang oleh Khalifah Abu Yusuf (pengganti Abu Ya’kub), diasingkan ke Lucena (Alisana).

Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang orisinil berbahasa Arab hingga ke tangan kita kini hanya sedikit. Sebagian buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Yahudi.

Diantara karangan-karangannya dalam soal filsafat ialah :
a)      Tahafutut-Tahafut
b)      Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bi-juziyat
c)      Tafsiru ma ba’dhat-Thabiat
d)     Fashlul-Maqal fi ma Bainal-hikmah wasy-Syariah Minal Ittishal
e)      Al-Kasyfu ‘an Manahijil ‘Adillah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
f)       Naqdu Khadariyat ibni Sina Anil Mumkin Lidzatihi wal-Mumkin Lighairihi
g)      Risalah fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Muaqqat
h)      Risalah fil-Aqil wa Ma’quli[13]

D.      Kesimpulan
Dari makalah di atas, sanggup disimpulkan bahwa dari biografi Ibnu Rusyd, dia ialah keturunandari keluarga yang mahir dalam ilmu fiqih, Ayah dan kekeknya pernah menjabat di Andalusia sebagai kepala pengadilan, dia juga mempelajari Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadis Nabi, ilmu fiqih, bahasa dan sastra Arab. Dan yang ilmu umum menyerupai Matematika, Fisika, Astronomi, logika, filsafat, dan ilmu pengobatan.

Dan perihal kritiknya diambilnya pokok bahasan tauhid, yaitu perihal keesaan Allah, menurutnya argumen kalangan Asy’ariyah perihal keesaan Tuhan merupakan argumen yang tidak benar dan lemah dasar-dasarnya, karena para filsuf berpedoman pada sudut pandang metode argumentasi yang rasional demonstratif. Dan diantara karangan (karya) Ibnu Rusyd dalam filsafat yaitu :
a.         Tahafutut-Tahafut
b.         Tafsiru ma ba’dhat-Thabiat
c.         Al-Kasyfu ‘an Manahijil ‘Adillah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
d.         Risalah fi-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Muaqqat
e.         Risalah fil-Aqil wa Ma’quli

E.       Penutup
Demikianlah makalah yang sanggup penulis susun, semoga sanggup menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri. Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Karenanya penulis mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

F.       Daftar Pustaka
Afif, Muhammad, Al-Iraqi, Metode Kritik Filsafat Ibnu Rusyd, IRCiSoD, Yogyakarta, 2003.
Mustafa, HA, 1997, Filsafat Islam, CV Pustaka Setia, Bandung.
Syarif, M.M, 1963, Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung.



[1] Muhammad Afif  Al-Iraqi, Metode Kritik Filsafat Ibnu Rusyd, IRCiSoD, Yogyakarta, 2003, hal 78
[2] Ibid, Muhammad Afif  Al-Iraqi, hal 81-82
[3] H. A. Mustafa, Filsafat Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 1997, hal 284
[4] M.M Syarif , Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung, 1963, hal 197-198
[5] Ibid, M. M. Syarif, hal 201
[6] Op. Cit, H. A Mustafa, hlm 287
[7] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 79
[8] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 80
[9] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 84
[10] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 87
[11] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 100
[12] Ibid, Muhammad Atif Al-Iraqi, hlm 101
[13] Ibid, H. A Mustafa, hlm 288-289
Advertisement

Iklan Sidebar